Welcome

menu

Detik Pos Indonesia

Jumat, 28 Maret 2014

Detik Pos Indonesia


Jadi Tersangka dalam Kasus Dhani, Farhat Terancam 5 Tahun Penjara

Posted: 27 Mar 2014 11:22 PM PDT

Jadi Tersangka dalam Kasus Dhani, Farhat Terancam Lima Tahun Penjara
DETIKPOS.net - Pengacara Farhat Abbas (37) telah ditetapkan sebagai tersangka pada 20 Maret 2013, sesudah pihak Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara atas laporan artis musik Ahmad Dhani, yang merasa telah mendapat pencemaran nama baik oleh Farhat. Dengan pelanggaran hukum tersebut, Farhat terancam hukuman lima tahun penjara.

"Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 tentang ITE juncto Pasal 310 dan 311. Ancamannya lima tahun ke atas," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, ketika diwawancara di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (27/3/2014).

Menurut Rikwanto, penyidik menindaklanjuti laporan Dhani pada 3 Desember 2013 mengenai dugaan pencemaran nama yang dilakukan oleh Farhat di Twitter terhadap Dhani. "Menurut Ahmad Dhani, itu penghinaan, dan (Dhani) melaporkan Farhat Abbas," kata Rikwanto lagi.

Dari situ, penyidik melakukan gelar perkara berdasarkan hasil pemeriksaan. "Kami sudah periksa Ahmad Dhani, karyawannya, rekannya yang monitori Twitter. Farhat Abbas juga telah diperiksa. Penyidik juga periksa, dari saksi ahli pidana, ahli bahasa, dan disimpulkan dalam gelar perkara, Farhat Abbas dikenakan status sebagai tersangka," terang Rikwanto.

Editor: Risma
Sumber: Kompas

Mengapa Merapi Hujan Abu tetapi Statusnya Tetap Normal?

Posted: 27 Mar 2014 06:31 PM PDT

Mengapa Merapi Hujan Abu tetapi Statusnya Tetap Normal?
DETIKPOS.net - Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, Kamis (27/3/2014), mengembuskan asap tebal dan menyemburkan abu. Hujan pasir dan kerikil pun terjadi di beberapa bagian wilayah Kabupaten Sleman dan Klaten. Namun, mengapa status aktivitas gunung ini tetap dinyatakan Normal?

"Memang terjadi embusan asap diikuti semburan abu di Merapi. Belum ada aktivitas lanjut dan statusnya masih Normal," kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Surono, saat dihubungi Kompas, Kamis. Aktivitas lanjut yang tak terjadi sebagaimana dimaksudkan Surono adalah peningkatan kegempaan maupun deformasi.

Meski demikian, Surono mengatakan telah menginstruksikan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) di Yogyakarta dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi untuk melakukan pemantauan rinci. "Demi menjaga keselamatan dan ketenangan masyarakat sekitar (Gunung Merapi)," kata dia.

Kepala Seksi Merapi BPPTKKG, Sri Sumarti, mengatakan, masyarakat tidak perlu panik dengan kejadian ini. "Kami tetap pantau terus. Beberapa kali memang terjadi erupsi freatik dan embusan asap cukup kuat, tetapi tidak diikuti peningkatan kegempaan dan deformasi tubuh gunung. Berarti itu masih Normal," papar dia.

Perubahan setelah letusan 2010

Menurut kronologi yang disusun BPPTKG Yogyakarta, pada 24 Maret 2014 terekam gempa vulkanik berkedalaman 4 kilometer dari puncak dengan amplitudo 40 milimeter. Pada Kamis, sekitar pukul 01.16 WIB dan 03.52 terekam gempa tektonik. Lalu, embusan asap terekam selama empat menit, yaitu dari pukul 13.12 – 13.16 WIB.

Sekitar 15 menit kemudian, tepatnya pukul 13.32 WIB, terjadi hujan abu pasir dan kerikil di beberapa desa sekitar Merapi, seperti di Glagaharjo, Kendalsari, Argomulyo, Deles, dan Balarente. Sebagian desa itu ada di wilayah Sleman dan lainnya Klaten. Suara gemuruh dan kaca bergetar juga terjadi di beberapa desa.

Menurut Sumarti, Gunung Merapi tetap punya dua tipe erupsi, yaitu efusif dan eksplosif. Namun, letusan pada 2010 memang cukup besar sehingga membuat sistem di Merapi berbeda, salah satunya dengan kerap terjadinya letusan freatik. Embusan asap kerap terjadi akibat erupsi freatik yang dipicu merembesnya air hujan dari puncak kawah.

Letusan freatik Merapi cenderung tidak merusak karena material yang dominan dikeluarkan berupa abu vulkanik, pasir, serta batuan kecil. Untuk pasir dan batu kecil tidak akan jauh lontarannya, tetapi abu dapat diterbangkan angin hingga jauh.

Karena itu, berdasarkan analisisis terbaru BPPTKG yang disampaikan di laman resmi Badan Geologi, disimpulkan bahwa status Gunung Merapi tetap Normal. Namun, kegiatan pendakian Gunung Merapi disarankan hanya sampai di Pasarbubar, di ketinggian sekitar 2.500 meter di atas permukaan laut. Saran tersebut bertujuan menghindari risiko terdampak embusan gas, abu vulkanik, dan letusan freatik yang bisa terjadi setiap saat.

Sebelum letusan pada 2010, Gunung Merapi relatif jarang mengeluarkan embusan asap dan abu saat kondisi Normal. Letusan pada 2010 merupakan salah satu yang terbesar yang tercatat dalam sejarah gunung ini, menewaskan ratusan orang, termasuk juru kuncinya, Mbah Maridjan.

Namun, sebelum 1990-an, kawah Merapi juga terbuka hingga sedalam 100 meter, dan mengalami fenomena seperti ini. "Dulu-dulu Merapi juga pernah begini, jadi ini seperti mengulangi lagi siklus lamanya. Jadi, masyarakat tetap tenang. Kami akan terus memantau Merapi. Kalau ada peningkatan aktivitas yang dinilai membahayakan, pasti akan segera kami sampaikan," kata Sumarti.

Editor: Risma
Sumber: Kompas

Basuki Ingin Angkot Hilang dari Jalanan Jakarta

Posted: 27 Mar 2014 05:55 PM PDT

Basuki Ingin Angkot Hilang dari Jalanan Jakarta
DETIKPOS.net - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berharap pada masa mendatang tak akan ada lagi angkutan kota alias angkot di jalanan Jakarta. Menurut dia, keberadaan angkot tak efektif memindahkan orang dari kendaraan pribadi ke angkutan umum.

Menurut Basuki, angkutan umum yang baik dapat mengangkut antara 20 hingga 30 orang. Dengan daya angkut tersebut, ujar dia, jumlah kendaraan yang ada di jalan raya bisa jauh berkurang.

"Angkutan umum itu kan fungsinya harus bisa memindahkan banyak orang ke dalam satu kendaraan, bukan memindahkan mereka ke angkutan kecil-kecil. Daya angkut angkot berapa sih? Paling banyak delapan orang," kata Basuki, di Balaikota Jakarta, Kamis (27/3/2014).

Basuki mengaku heran dengan pemangku kebijakan pada masa lampau yang mengizinkan keberadaan angkot. Menurut dia, tak seharusnya kota sebesar Jakarta dilayani angkot sebagai angkutan umum.

"Ada kesalahan pada 30-40 tahun lalu. Jadi ada oknum-oknum yang ingin punya angkutan sejenis itu, lalu dia kasih izin. Di kota besar mestinya tidak boleh ada angkutan-angkutan kecil kayak gitu," ujar Basuki.

Karena itu, Basuki menegaskan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan berusaha menghilangkan keberadaan angkot secara perlahan. Namun, ujar dia, rencana itu baru bisa dilakukan bila jumlah bus sudah mencukupi untuk melayani warga Jakarta.

Saat ini, Pemprov DKI tengah berupaya mendatangkan banyak bus untuk angkutan umum. Pada tahun ini, 4.000 bus ditargetkan tiba, baik bus transjakarta maupun bus berukuran sedang.

Editor: Risma
Sumber: Kompas

Presiden Korea Selatan Dikecam Korea Utara

Posted: 27 Mar 2014 03:22 PM PDT

Presiden Korea Selatan Dikecam Korea Utara
DETIKPOS.net - Korea Utara mengecam keras Presiden Korea Selatan Park Geun-hye dengan menggunakan kata-kata "menghina" terkait dengan program nuklir Pyongyang.

Juru bicara Pemerintah Korea Utara menuduh Park membual seperti wanita kampungan dan menggambarkannya sebagai "pelayan setia dan antek Amerika Serikat".

Pyongyang meminta Presiden Korea Selatan untuk berhenti mengeluarkan pernyataan "yang sembrono".

Korea Utara menguji coba dua rudal balistik pada Rabu sebagai reaksi pertemuan Park, PM Jepang Shinzo Abe, dan Presiden Barack Obama.

Ketiga pemimpin itu menggelar pertemuan membahas cara-cara menghadapi program nuklir dan rudal Korea Utara.

Pasukan Korea Selatan dan Amerika melanjutkan latihan tahunan di Selat Korea dan kawasan di sekitarnya.

Dalam latihan tersebut marinir AS mendaratkan teknologi amfibi terbesar dalam beberapa dekade belakangan.

Sebelumnya, Korea Utara pernah mengeluarkan komentar yang dianggap menghina Park dengan memakai kata-kata "desir beracun di bawah roknya".

Pemerintah di Seoul mengatakan, mereka menyayangkan komentar juru bicara Korea Utara dan menyebutnya tidak tahu sopan santun.

Editor: Risma
Sumber: Kompas